2/3. Sejarah Ekonomi
Indonesia
2/3.5. Era Pendudukan
Jepang
Masuknya Jepang ke Wilayah Indonesia
Sebagai negara
fasis-militerisme di Asia, Jepang sangat kuat, sehingga meresahkan kaum
pergerakan nasional di Indonesia. Dengan pecahnya Perang Dunia II, Jepang
terjun dalam kancah peperangan itu. Di samping itu, terdapat dugaan bahwa suatu
saat akan terjadi peperangan di Lautan Pasifik. Hal ini didasarkan pada suatu
analisis politik. Adapun sikap pergerakan politik bangsa Indonesia dengan tegas
menentang dan menolak bahwa fasisme sedang mengancam dari arah utara. Sikap ini
dinyatakan dengan jelas oleh Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Sementara itu di Jawa
muncul Ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa pada suatu saat pulau Jawa akan
dijajah oleh bangsa kulit kuning, tetapi umur penjajahannya hanya "seumur
jagung". Setelah penjajahan bangsa kulit kuning itu lenyap akhirnya
Indonesia merdeka. Ramalan yang sudah dipcrcaya oleh rakyat ini tidak
disia-siakan oleh Jepang, bahkan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga
kedatangan Jepang ke Indonesia dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar saja.
Pada tanggal 8 Desember
1941 pecah perang di Lautan Pasifik yang melibatkan Jepang. Melihat keadaan
yang semakin gawat di Asia, maka penjajah Belanda harus dapat menentukan sikap
dalam menghadapi bahaya kuning dari Jepang. Sikap tersebut dipertegas oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jhr. Mr. A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer
dengan mengumumkan perang melawan Jepang. Hindia Belanda termasuk ke dalam
Front ABCD (Amerika Serikat, Brittania/Inggris, Cina, Dutch/Belanda) dengan
Jenderal Wavel (dari Inggris) sebagai Panglima Tertinggi yang berkedudukan di
Bandung.
Angkatan perang Jepang
begitu kuat, sehingga Hindia Belanda yang merupakan benteng kebanggaan Inggris
di daerah Asia Tenggara akhirnya jatuh ke tangan pasukan Jepang. Peperangan
yang dilakukan oleh Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Fasifik ini diberi
nama Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang sangat
singkat, Jepang telah dapat menguasai daerah Asia Tenggara seperti Indochina,
Muangthai, Birma (Myanmar), Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya
Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan
ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang bernama Prince of Wales dan HMS
Repulse, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di Asia. Begitu pula satu
persatu komandan Sekutu meninggalkan Indone¬sia, sampai terdesaknya Belanda dan
jatuhnya Indonesia ke tangan pasukan Jepang. Namun sisa-sisa pasukan sekutu di
bawah pimpinan Karel Door¬man (Belanda) dapat mengadakan perlawanan dengan
pertempuran di Laut Jawa, walaupun pada akhirnya dapat ditundukkan oleh Jepang.
Pendudukan
terhadap Palembang lebih dulu oleh Jepang mempunyai arti yang sangat penting
dan strategis, yaitu untuk memisahkan antara Batavia yang menjadi pusat
kedudukan Belanda di Indonesia dengan Singapura sebagai pusat kedudukan
Inggris. Kemudian pasukan Jepang melakukan serangan ke Jawa dengan mendarat di
daerah Banten, Indramayu, Kragan (antara Rembang dan Tuban). Selanjutnya
menyerang pusat kekuasaan Belan¬da di Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret
1942) dan akhirnya pasukan Belanda di Jawa menyerah kepada Panglima Bala
Tentara Jepang Imamura di Kalijati (Subang, 8 Maret 1942). Dengan demikian,
seluruh wilayah Indonesia telah menjadi bagian dari kekuasaan penjajahan Jepang
Penjajah Jepang di Indonesia
Bala Tentara Nippon
adalah sebutan resmi pemerintahan militer pada masa pemerintahan Jepang.
Menurut UUD No. 1 (7 Maret 1942), Pembesar Bala Tentara Nippon memegang
kekuasaan militer dan segala 'kekuasaan yang dulu dipegang oleh Gubernur
Jenderal (pada masa kekuasaan Belanda).
Dalam pelaksanaan
sistem pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh dua
angkatan perang yaitu angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun).
Masing-masing angkatan mempunyai wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia
dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu:
a.
Daerah Jawa dan
Madura dengan pusatnya Batavia berada di bawah kekuasaan Rikugun.
b.
Daerah Sumatera
dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya Singapura berada di bawah
kekuasaan Rikugun. Daera Sumatera dipisahkan pada tahun 1943, tapi masih berada
di bawah kekuasaan Rikugun.
c.
Daerah
Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan
Kaigun.
Organisasi Bentukan Jepang
Pasukan Jepang selalu
berusaha untuk dapat memikat hati rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar bangsa Indonesia memberi bantuan kepada pasukan Jepang. Untuk
menarik simpati bangsa Indonesia maka dibentuklah orgunisasi resmi seperti
Gerakan Tiga A, Putera, dan PETA.
Gerakan Tiga A, yaitu
Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini
dipimpin oleh Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan selanjutnya gerakan ini
tidak dapat menarik simpati rakyat, sehingga pada tahun 1943 Gerakan Tiga A
dibubarkan dan diganti dengan Putera.
Pusat Tenaga Rakyat
(Putera) Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 di bawah pimpinan "Empat
Serangkai", yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kiyai
Haji Mas Mansyur. Gerakan Putera ini pun diharapkan dapat menarik perhatian
bangsa Indonesia agar membantu pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang
dilakukannya. Akan tetapi gerakan Putera yang merupakan bentukan Jepang ini ternyata
menjadi bume-rang bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota dari
Putera yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.
Propaganda anti-Sekutu
yang selalu didengung-dengungkan oleh pasukan Jepang kepada bangsa Indonesia
ternyata tidak membawa hasil seperti yang diinginkan. Propaganda anti Sekutu
itu sama halnya dengan anti imperialisme. Padahal Jepang termasuk negara
imperialisme, maka secara tidak langsung juga anti terhadap kehadiran Jepang di
bumi Indonesia. Di pihak lain, ada segi positif selama masa pendudukan Jepang
di Indonesia, seperti berlangsungnya proses Indonesianisasi dalam banyak hal,
di antaranya bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi, nama-nama di-
indonesiakan, kedudukan seperti pegawai tinggi sudah dapat dijabat oleh orang-orang
Indonesia dan sebagainya.
Pembela Tanah Air
(PETA) PETA merupakan organisasi bentukan Jepang dengan keanggotaannya terdiri
atas pemuda-pemuda Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para pemuda bangsa
Indonesia dididik atau dilatih kemiliteran oleh pasukan Jepang. Pemuda-pemuda
inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia.
Tujuan awalnya
pembentukan organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi kepentingan peperangan
Jepang di Lautan Pasifik. Dalam perkembangan berikutnya, ternyata PETA justru
sangat besar manfaatnya bagi bangsa Indone¬sia untuk meraih kemerdekaan melalui
perjuangan fisik. Misalnya, Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H. Nasution adalah
dua orang tokoh militer Indonesia yang pernah menjadi pemimpin pasukan PETA
pada zaman Jepang. Namun karena PETA terlalu bersifat nasional dan dianggap
sangat membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah In¬donesia, maka pada tahun
1944 PETA dibubarkan. Berikut-nya Jepang mendirikan organisasi lainnya yang
bernama Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih terkenal dengan nama Jawa
Hokokai (1944). Kepemimpinan organisasi ini berada di bawah Komando Militer
Jepang.
Golongan-golongan
Beberapa golongan yang
terorganisir rapi dan menjalin hubungan rahasia dengan Bung Karno dan Bung Hatta.
Golongan-golongan itu di antaranya:
a.
Golongan Amir
Syarifuddin
Amir Syarifuddin adalah
seorang tokoh yang sangat anti fasisme. Hal ini sudah diketahui oleh Jepang,
sehingga pada tahun 1943 ia ditangkap dan diputuskan untuk menjatuhkan hukuman
mati kepadanya. Namun, atas perjuangan diplomasi Bung Karno terhadap para
pemimpin Jepang, Amir Syari¬fuddin tidak jadi dijatuhi hukuman mati, melainkan
hukuman seumur hidup.
b.
Golongan Sutan
Syahrir
Golongan ini
mendapatkan dukungan dari kaum terpelajar dari berbagai kota yang ada di
Indonesia. Cabang-cabang yang telah dimiliki oleh golongan Sutan Syahrir ini
seperti di Jakarta, Garut, Cirebon, Surabaya dan lain sebagainya.
c.
Golongan Sukarni
Golongan ini mempunyai
peranan yang sangat besar menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pengikut
golongan ini seperti Adam Malik, Pandu Kerta Wiguna, Khairul Saleh, Maruto
Nitimiharjo.
d.
Golongan Kaigun
Golongan ini dipimpin
oleh Ahmad Subardjo dengan anggota-anggotanya terdiri atas A.A. Maramis, SH.,
Dr. Samsi, Dr. Buntaran Gatot, SH., dan lain-lain. Golongan ini juga mendirikan
asrama yang bernama Asrama Indonesia Merdeka dengan ketuanya Wikana. Para
pengajarnya antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.
Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan
rakyat mendorong timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat
seperti:
1.
Pada awal
pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot Plieng, Lhok
Seumawe di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat
dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1944 muncul lagi
pemberontakan di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku Hamid yang juga dapat
dipadamkan oleh pasukan Jepang.
2.
Karang Ampel,
Sindang (Kabupaten Indramayu) tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di daerah itu
kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawannya,
namun perlawanan ini berhasil ditindas oleh Jepang dengan sangat kejamnya.
3.
Sukamanah
(Kabupaten Tasikmalaya), tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di daerah itu
kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Dalam
perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil mem-bunuh kaki-tangan Jepang. Dengan
kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan pembalasan yang luar biasa dan
melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat.
4.
Blitar, pada
tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA di bawah pimpinan Supriyadi
(putra Bupati Blitar). Dalam memimpin pemberontakan ini Supriyadi tidak
sendirian dan dibantu oleh teman-temannya seperti dr. Ismail, Mudari, dan
Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di Blitar
dibinasakan. Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih
lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di dalam Perang
Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan
Supri¬yadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang tidak
kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar para
pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi
segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut temyata berhasil dan akibatnya
banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari
hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail dan
kawan-kawannya. Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Secara umum dapat
dikatakan bahwa pendudukan Jepang di bumi Indo¬nesia tidak dapat diterima.
Jepang juga sempat mengadakan pembunuhan secara besar-besaran terhadap
masyarakat dari lapisan terpelajar di daerah Kalimantan Barat. Pada daerah ini
tidak kurang dari 20.000 orang yang menjadi korban keganasan pasukan Jepang.
Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri dan lari ke Pulau Jawa.
Setelah kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya
dalam Perang Pasifik, akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
kepada pasukan Sekutu.
Dampak Pendudukan Jepang bagi Bangsa Indonesia
Bidang Politik. Sejak
masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi politik tidak dapat
berkembang lagi. Bahkan pemerintah pen¬dudukan Jepang menghapuskan segala
bentuk kegiatan organisasi-organisasi, baik yang bersifat politik maupun yang
bersifat sosial, ekonomi, dan agama. Organisasi-organisasi itu dihapuskan dan
diganti dengan organisasi buatan )epang, sehingga kehidupan politik pada masa
itu diatur oleh pemerintah Jepang, walaupun masih terdapat beberapa organisasi
politik yang terus berjuang menentang pendudukan Jepang di Indonesia.
Bidang ekonomi.
Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai negara imperialis,
tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme lainnya. Kedatangan bangsa
Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi, yaitu mencari
daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk memenuhi
kebutuhan industrinya dan mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil
industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang
sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
Bidang pendidikan Pada
masa pendudukan Jepang di Indonesia, kehidupan pendidikan berkembang pesat
dibandingkan dengan pendudukan Hindia Belanda. Pemerintah pendudukan Jepang
memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada
sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah. Di samping itu, bahasa Indonesia
digunakan sebagai bahasa perantara pada sekolah-sekolah serta penggunaan
nama-nama yang diindonesiakan. Padahal tujuan Jepang mengembangkan pendidikan
yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk menarik simpati dan mendapatkan
bantuan dari rakyat Indonesia dalam menghadapi lawan-lawannya pada Perang
Pasifik.
Bidang kebudayaan
Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk menanamkan kebudayaannya.
Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat ke arah matahari terbit.
Cara menghormat seperti itu merupakan salah satu tradisi Jepang untuk
menghormati kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari. Pengaruh Jepang di
bidang kebudayaan lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama yang seringkali
dipakai untuk propa¬ganda. Banyak lagu Indonesia diangkat dari lagu Jepang yang
populer pada jaman Jepang. Iwa Kusuma Sumantri dari buku "Sang Pejuang
dalam Gejolak Sejarah" menulis "kebiasaan-kebiasaan dan
kepercayaan-kepercayaan yang sangat merintangi kemajuan kita, mulai berkurang.
Bangsa kita yang telah bertahun-tahun digembleng oleh penjajah Belanda untuk
selalu 'nun inggih' kini telah berbalik menjadi pribadi yang berkeyakinan
tinggi, sadar akan harga diri dan kekuatannya. Juga cara-cara menangkap ikan,
bertani, dan lain-lain telah mengalami pembaharuan-pembaharuan berkat didikan
yang diberikan Jepang kepada bangsa Indonesia, walaupun bangsa Indonesia pada
waktu itu tidak secara sadar menginsafinya. Untuk anak-anak sekolah diberikan
latihan-latihan olahraga yang dinamai Taiso, sangat baik untuk kesehatan mereka
itu. Saya kira untuk kebiasaan sehari-hari yang tertentu (misalnya senin) bagi
anak-anak sekolah maupun untuk para pegawai atau buruh untuk menghormati
bendera kita (merah putih) serta pula menyanyi-kan lagu kebangsaan atau
lagu-lagu nasional merupakan kebiasaaan yang diwariskan Jepang kepada bangsa
Indonesia.
Bidang sosial Selama
masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat sangat memprihatinkan.
Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena sega-la kegiatan rakyat dicurahkan
untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Terlebih lagi rakyat dijadikan romusha (kerja paksa). Sehingga banyak jatuh
korban akibat kelaparan dan penyakit.
Bidang birokrasi.
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh kalangan militer, yaitu
dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut (kaigun). Sistem pemerintahan
atas wilayah diatur berdasarkan aturan militer. Dengan hilangnya orang Belanda
di pemerintahan, maka orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan
yang lebih penting yang sebelumnya hanya bisa dipegang oleh orang Belanda.
Termasuk jabatan gubernur dan walikota di beberapa tempat, tapi pelaksanaannya
masih di bawah pengawasan Militer Jepang. Pengalaman penerapan birokrasi di
Jawa dan Sumatera lebih banyak daripada di tempat-tempat lain. Namun, penerapan
birokrasi di daerah penguasaan Angkatan Laut Jepang agak buruk.
Bidang militer
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia memiliki arti penting, khususnya dalam
bidang militer. Para pemuda bangsa Indonesia diberikan pendidi-kan militer
melalui organisasi PETA. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam PETA inilah yang
nantinya menjadi inti kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat Indonesia
mencapai kemerdekaannya.
Penggunaan Bahasa
Indonesia. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa Indonesia
berkebangsaan Belanda) menya-takan bahwa tahun 1942 merupakan tahun bersejarah
bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, bahasa Belanda dilarang penggunaannya
dan digantikan dengan penggunaan bahasa Indonesia. Bahkan sejak awal tahun 1943
seluruh tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan dan harus diganti dengan
tulisan berbahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bukan
hanya sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi telah diangkat menjadi
bahasa resmi pada instansi-instansi pemerintah-an atau pada lembaga-lembaga
pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah tinggi. Bahasa Indonesia
juga dijadikan sebagai bahasa penulisan yang tertuang pada hasil-hasil karya
sastra bangsa Indonesia. Sastrawan-sastrawan terkenal pada masa itu seperti
Armijn Pane dengan karyanya yang terkenal berjudul Kami Perempuan (1943),
Djiiiak-djinak Merpati, Hantu Perempuan (1944), Saran^ Tidak Berharga (1945)
dan sebagainya. 1'i'ngarang-pengarang lainnya seperti Abu llanifah yang memakai
nama samaran El Hakim dengan karya dramanya berjudul Taufan di atas Asia, Dewi
Reni, dan Insan Kamil. Pada masa pendudukan Jepang, banyak karya seniman
Indonesia yang hanya diterbitkan melalui surat kabar atau majalah dan setelah
perang selesai baru diterbitkan sebagai buku.
Sementara itu juga
terdapat penyair terkenal pada zaman pendudukan Jepang seperti Chairil Anwar
yang kemudian mendapat gelar tokoh Angkatan 45. Karya-karya Chairil Anwar
menjadi lebih terkenal karena karyanya itu muncul pada awal revolusi Indonesia,
di antaranya yang ber¬judul Aku, Karawang-Bekasi dan sebagainya.
Dengan demikian,
pemerintah pen¬dudukan Jepang telah memberikan kebebasan kepada bangsa
Indonesia untuk meng-gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, bahasa
komunikasi, bahasa penulisan dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar