2/3. Sejarah Ekonomi
Indonesia
2/3.3. Sistem Tanam
Paksa
Tanam Paksa atau biasa
disebut Cultuurstelsel merupakan sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi
belanda, Tanam Paksa adalah Peraturan Mempekerjakan seseorang dengan paksa yang
sangat merugikan pekerja, dan tampa diberi gaji dan tampa istirahat. Sistem
Tanam Paksa telah menjadi sejarah bagi Rakyat indonesia untuk itu mari kita
membahasan Tanam Paksa dari proses-proses tanam paksa dan penyebab dari
kemunculan tanam paksa yang sangat merugikan Pekerja indonesia serta mengapa
indonesia sulit untuk melepaskan diri dari sistem tanam paksa yang memiliki
ketentuan-ketentuan pokok dalam sistem tersebut sehingga Tanam Paksa tersebut
terus berlangsung dan apakah tidak ada yang merasa kasihan dan bahkan menentang
sistem tanam paksa itu Untuk itu mari kita lihat Sejarah Sistem Tanam Paksa
yang dimulai pada tahun 1816 pemerintahan kolonia belanda kembali berkuasa di
Indonesia. Pada awalnya sebagai pemegang jabatan gubernur jenderal Hindia
belanda adalah Baron van der Dapellen. Ia mencoba menerapkan politik liberal
ada masa kekuasaannya. Namun, kebijakan itu mengalami kegagalan. penyebabnya,
antara lain sebagai berikut,
- Kebijakan politik liberal tidak sesuai dengan sistem feodal di indonesia terutama di jawa
- Struktur birokrasi feodal yang panjang dan berbelit menyebabkan pemerintah tidak dapat berhubungan langsung dengan rakyat:
- Kas negara makin kosong akibat Perang Diponegoro yang tidak kunjung selesai:
- Kesulitan keuangan makin membesar setelah Belgia sebagai salah satu sumber dana melepaskan diri dari Belanda pada tahun 1830
- Ekspor Belanda kalah bersaing dengan Ingris.
Belajar dan kegagalan
itu, pada tahun 1830 Belanda melantik Johannes van den Bosch menjadi Gubernur
Jenderal Hindia Belanda. Johannes van den Bosch kemudian melaksanakan politik
konservatif meniru gaya pemerintahan Daendels dan Raffles yaitu dengan
mengeksploitasi tenaga kerja penduduk pribumi. Program kerja Van den Bosch itu
lebih dikenal dengan nama Sistem Tanam Paksa atau Cuhuurstelsel.
Tujuan utama Sistem
Tanam Paksa tersebut adalah mempero1eh pendapatan yang besar dengan mewajibkan
menanam tanaman dagang yang laku dan dibutuhkan di pasaran Eropa. seperti tebu,
nila, teh, kopi, tembakau, kayu manis, dan kapas.
Ketentuan pokok Sistem
Tanam Paksa, antara lain sebagai berikut :
- Para petani yang mempunyai tanah diminta menyediakan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman perdagangan yang sudah ditentukan.
- Bagian tanah yang digunakan untuk menanam tanaman wajib tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.
- Hasil dari penanaman tanaman perdagangan itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Setiap kelebihan hasil panen dan nilai pajaknya akan dibayarkan kembali sisanya.
- Tenaga dan waktu untuk menggarap tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan waktu dalam menanam padi.
- Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab pemerintah
- Bagi mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya di perkebunan milik pemerintah.
- Penggarapan tanah untuk tanaman wajib akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai Belanda secara umum mengawasi jalanna penggarapan dan pengangkutannya.
Dalam pelaksanaannya
peraturan yang telah ditetapkan seringkali tidak dipatuhi. Berbagai
penyimpangan terjadi, seperti
- Sawah dan ladang rakyat terbengkalai karena perhatian dipusatkan pada penanaman tanaman wajib.
- Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan.
- Luas lahan untuk penanaman tanaman wajib melebihi dari seperlima lahan garapan.
- Lahan yang disediakan untukpenanaman tanaman wajib tetap dikenakan pajaktanah.
- Kelebihan hasil panen dan jumlah pajak yang hams dibayar tidak dikembalikan.
- Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab petani.
Berbagai penyimpangan
terhadap pelaksanaan Sistem Tanam Paksa itu telah mengakibatkan penderitaan
yang sangat besar bagi rakyat pedesaan di Pulau Jawa. Timbul bahaya kelaparan
dan wabah penyakit di mana-mana. sehingga angka kematian makin besar. Bahya
kelaparan menimbulkan korban jiwa yang mengerikan terjadi di daerah Cirebon
(1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Hal ini mengakibatkan jumlah
penduduk di daerah-daerah tersebut turun drastis. Di samping itu, juga terjadi
penyakit busung lapar (hongerodeem). Sistem Tanam Paksa yang mengakibatkan
penderitaan menimbulkan reaksi bangsa Indonesia dengan mengadakan perlawanan ,
seperti yang dilakukan para petani tebu di pasuruan pada tahn 1833. Meskipun
Sistem Tanam Paksa sangat menguntungkan pemerintah Belanda, orang-orang Belanda
sendiri banyak yang menentangnya. Penentangan itu dilakukan baik secara
perseorangan maupun dalam parlemen. Para penentang sistem Tanam Paksa tersebut,
antara lain sebagai berikut.
a.
Edward Douwes
Dekker (1820—1 887)
E.
Douwes Dekker adalah seorang residen di Lebak, Serang, Jawa Barat. Ia sangat
sedih menyaksikan buruknya nasib bangsa Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. Ia
menulis buku berjudul Max Havelar yang terbit pada tahun 1860. Dalam buku
tersebut, ia memakai nama samaran “Multatuli”. Isi buku tersebut melukiskan
penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa. Tulisan
Douwes Dekker menyebabkan orang Belanda menjadi terbuka melihat keburukan
Sistem Tanam Paksa dan menghendaki agar Sistem Tanam Paksa dihapuskan.
b.
Baron van Hdevel
(1812—1879)
Semula
Baron van Hoevel tinggal di Jakarta. Kemudian pulang ke Negeri Belanda menjadi
anggota parlemen. Selama tinggal di Indonesia, ia mengetahui banyak tentang
penderitaan bangsa Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. Baron van Hoevel
bersama dengan Fransen van de Putte menentang Sistem Tanam Paksa. Fransen van
de Putte menulis buku berjudul Suiker Contracten (kontrak kontrak gula). Kedua
tokoh ini berjuang keras untuk menghapuskan Sistem Tanam Paksa melalui parlemen
BeIanda.
0 komentar:
Posting Komentar