14. Neraca Pembayaran, Arus
Modal Asing, dan Utang Luar Negeri
14.3. Utang Luar Negeri
Utang luar negeri atau
pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang
diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar
negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat
berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau
lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Jumlah dan asal utang
Indonesia
Utang luar negeri
Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank
Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret2006 tercatat US$ 134 miliar,
pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25
miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada
September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.
Negara-negara donor
bagi Indonesia adalah:
1.
Jepang merupakan
kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
2.
Bank Pembangunan
Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3.
Bank Dunia
(World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4.
Jerman dengan
USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
5.
Pihak lain, baik
bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri
pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade
terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat
anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak.
Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak
yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negaraIndonesia
kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial
2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia
kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006,
pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar
3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada
akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut,
adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3
persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan
utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia)
untuk menciptakan ketahanan.